10.59

Teori Transaksional

A. Pengertian Teori Transaksional
Teori transaksional dalam psikoterapi diterapkan pertama kali oleh Eric Berne. Analisis transaksional merupakan psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. Analisis terapi transaksional ini merupakan terapi kontraktual dan desisial. Terapi kontraktual melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan – tujuan dan arah proses terapi. Tujuan dasar analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat keputusan – keputusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebsan dirinya dalam memilih, telah dibatasi oleh putusan – putusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara – cara hidup yang mandul dan deterministik. Klien diharapkan tahu apa yang dia inginkan tanpa merasa takut namun ia tahu akan dampak yang dapat timbul akibat perbuatan yang ia lakukan.
B. Pemahaman Tingkah Laku Dari Teori Transaksional
Setiap orang selalu menginginkan keputusan – keputusan yang ia ambil merupakan keputusan yang terbaik. Namun keputusan – keputusan yang diambilnya itu bukan berarti sesuai dengan keinginannya. Mungkin saja keputusannya itu dipengaruhi oleh orang lain yang berarti dalam hidupnya. Hal ini bisa disebabkan karena orang ini masih tergantung dengan orang lain. Sebagai contoh dapat kita lihat perkembangan individu pada masa kanak – kanak. Pada masa ini anak – anak cenderung masih suka bermain dan selalu ingin tahu dengan hal – hal baru yang belum mereka ketahui. Bagi orang tua yang posesif, mereka akan membatasi ruang gerak anaknya. Mereka selalu mengatur segala sesuatu yang ingin dikerjakan anaknya. Jadi dengan kata lain anak – anak itu akan merasa dirinya terkekang (tidak memiliki kebebasan) dan juga hal ini dapat saja pada masa yang akan datang ditakutkan mereka tidak mampu untuk mandiri. Tidak mengetahui apa yang mereka inginkan dan bagaimana cara untuk memenuhi keinginan tersebut.
Dalam hal ini sangat diperlukan adanya seorang konselor. Konselor diharapkan selalu aktif, menghindari keadaan diam yang terlalu lama dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi. Transaksi ini dilakukan antara konselor dengan individu yang mengalami masalah yang berkaitan dengan kesulitan berprilaku atau bertingkah laku yang sesuai dengan teori transaksional. Setelah mendapat konseling transaksional ini individu tersebut diharapkan dapat menjadi bebas dalam berbuat, bermain dan nantinya ia akan mampu menjadi orang yang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.

C. Proses Terapeutik
Sifat kontraktual proses terapeutik analisis transaksional cenderung mempersamakan kekuasaan terapis dan klien. Klien bertanggung jawab untuk menentukan apa yang akan diubahnya agar perubahan itu terjadi menjadi kenyataan, klien dapat mengubah tingkah lakunya secara aktif. Selama pertemuan terapi, klien melakukan evaluasi terhadap hidupnya, berusaha memahami putusan – putusan awal yang telah dibuatnya, serta menginsafi bahwa sekarang dia menetapkan ulang dan memulai suau arah baru dalam hidupnya. Mampu mempercayai dirinya sendiri, berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri dan mengungkapkan perasaan – perasaannya. Juga agar memahami sifat transaksi – transaksinya pada orang lain sehingga dirinya bisa merespons orang lain secara langsung, menyeluruh dan akrab.

D. Tujuan – Tujuan Terapi Dan Pengalaman Klien Dalam Terapi.
Tujuan dasar analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan – putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan – putusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara – cara hidup yang mandul dan diterministik.
Salah satu prasyarat dasar untuk menjadi klien analisis transaksional adalah memiliki kesanggupan dan kesediaan untuk memahami dan menerima suatu kontrak, terapi. Transaksi – transaksi apapun yang tidak ada hubungannya dengan kontrak antara klien dan terapis, tidak dimasukkan. Ini berarti terapis tidak sah. Klien dapat dikatakan sebagai agen sebagai agen aktif dalam proses terapeutik. Klien menjelaskan mengenai tujuan – tujuan apa yang ingin dicapai setelah terapis ini. Jika klien ingin berubah, ia harus memiliki rencana – rencana tingkah laku baru untuk perubahan yang diinginkannya.

E. Penerapan Pada Kelompok
Analisis transaksional pada mulanya direncanakan sebagai suatu bentuk “treatment” kelompok dan prosedur – prosedur terapeutiknya memberikan hasil dalam “setting kelompok”. Dalam setting kelompok, orang – orang bisa mengamati perubahan orang lain yang memberikan kepada mereka model – model bagi peningkatan kebebasan memilih. Mereka mampu memusatkan perhatian pada putusan – putusan dirinya yang boleh jadi belum pernah ditelaahnya secara cermat. Transaksi – transaksi dalam kelompok, memungkinkan pada anggota mampu meningkatkan kesadaran, baik tentang dirinya sendiri maupun tentang orang lain dan karenanya bisa berfokus pada perubahan – perubahan dan putusan – putusan ulang yang akan mereka buat.
Prosedur – proseur terapeutik
Sebagian besar metode dan proses terapeutik analisis transaksional ini bisa diterapkan pada terapi kelompok. Bagaimanapun seperti disinggung di muka meskipun bisa dijalankan secara efektif di atas landasan pribadi ke pribadi, kelompok adalah wahana yang penting bagi perubahan pendidikan dan terapeutik dalam praktek analisis transaksional.
1. Analisis Struktural
Merupakan alat yang bisa membantu klien agar menjadi sadar atas isi dan fungsi “ego” orang tua, ego orang dewasa dan ego anaknya.
2. Analisis Transaksional
Adalah suatu penjabaran atas apa yang dilakukan dan dikatakan oleh orang terhadap satu sama lain.
3. Analisis Upacara , Hiburan, dan Permainan
Adalah transaksi – transaksi mencakup pengenalan terhadap upacara – upacara , hiburan – hiburan dan permainan – permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya.
4. Analisis Permainan dan Ketegangan
Adalah suatu aspek yang penting bagi pemahaman sifat transaksi – transaksi dengan orang lain.
5. Analisis Skenario
Kekurangan otonomi berkaitan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang dtetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhannya di dunia sebagai mana terlihat titik yang menguntungkan menurut fungsi hidupnya.

F. Konsep – konsep Utama Analisis Transaksional
• Pandangan tentang sifat manusia
Analisis transaksional berpijik pada asumsi – asumsi bahwa manusia sanggup memahami putusan – putusan masa lampaunya dan mereka mampu memilih untuk memutuskan ulang. Mereka menjadikan pengalaman masa lampaunya sebagai pedoman dalam mengambil keputusan berikutnya. Analisis transaksional meletakkan kepercayaan bahwa manusia itu mampu keluar dari pola – pola dan tingkah laku baru yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini manusia tetap tidak hidup tanpa bantuan orang lain. Mereka tetap membutuhkan bantuan orang lain, karena manusia selalu memiliki pengharapan – pengharapan dan tuntutan dari dirinya sendiri dan orang lain.
Harris (1967) sepakat bahwa manusia memiliki pilihan – pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa lalunya. “Meskipun pengalaman – pengalaman dini yang berkulminasi pada suatu posisi tidak bisa dihapus, saya yakin bahwa posisi – posisi dini bisa diubah. Apa yang sudah direncanakan / ditetapkan bisa beruah, mengingat halnya mereka tidak ingin mengulangi kesalahan – kesalahan di masa lampau.
Berne merasa bahwa hanya sedikit orang yang sampai pada keasadaran akan perlunya menjadi otonomi. Otonomi disini maksdunya manusia itu memiliki kesadaran untuk mengatur dirinya sendiri. Seperti kita ketahui sejak awal manusia itu menjalani penghambaan diri, dimulai dari orang tuanya. Mereka cenderung patuh/taat terhadap segala perintah ataupun larangan yang diberikan orang tuanya. Oleh karena itu, mereka tidak bisa menjadi pribadi yang mandiri karena segala sesuatu diatur oleh orang lain (dalam hal ini orang tua).
Terapi analisis transaksional ini tidak bisa menerima alasan akal – akalan atau “penolakan terhadap kewajiban”, contoh : mengatakan bahwa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu. Holland 91973) memberikan untuk menerima penolakan kewajiban seorang calon klien maka ia tidak akan memperoleh orang itu sebagai kliennya, kecuali jika klien itu sungguh – sungguh berjanji untuk berubah (h.38).
• Perwakilan – perwakilan ego
Analisis transaksional adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego, yang terpisah menjadi ego orang tua, ego dewasa, ego anak.
Ego orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau dari substitu orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka kita akan memperlakukan orang lain seperti orang memperlakukan kita. Ego orang tua berisi perintah 0 perintah “harus” dan “semestinya”.
Ego orang dewasa adalah pengolahan data dan informasi. Dalam mengalami suatu masalah, seseorang akan melihat dari data dan informasi yang ada setelah itu baru memutuskan jalan apa yang harus diambil untuk mengatasi permasalahan yang dialami. Mereka tidak emosional dan mengakhiri orang lain sebelum melihat fakta – fakta yang ada.
Ego anak berisi perasaan – perasaan, dorongan – dorongan, dan tindakan – tindakan spontan. Setiap orang memiliki sifat “anak” dalam dirinya. “Anak” disini dapat dibagi menjadi 3, yaitu : “Anak Alamiah”, “Profesor Cilik”, atau “Anak yang disesuaikan “. Anak alamiah adalah anak yang impulsive, tidak terlatih, spontan, dan ekspresif. Professor cilik memiliki sifat kearifan seorang anak, manipulasi dan kreatif, lebih menggunakan firasat (feeling). Anak yang disesuaikan adalah sifat yang didapat dari pengalaman – pengalaman traumatic, tuntutan – tuntutan dan latihan.

• Kebutuhan manusia akan belaian
Setiap manusia (juga hewan) selalu membutuhkan belaian, baik secara fisik dan emosional. Sesuai dengan teori analisis transaksional fisik dan emosional. Sesuai dengan teori analisis transaksional ini, kita seharusnya memahami bagaimana memperoleh belaian, belajar memperoleh belaian yang diinginkan, dan bertanggung jawab atas konsekuensinya. Belaian dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : (1) belaian yang sifatnya positif, (2) belaian yang sifatnya negatif.
Belaian yang sifatnya positif dapat berupa ungkapan – ungkapan afeksi atas penghargaan, bisa disalurkan melalui kata – kata, elusan, pandangan , atau mimik muka.
Belaian yang sifatnya negatif. Belaian yang sifatnya negatif oleh orang tua akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak. Belaian negatif yang mengirimkan pesan “Kamu tidak ok”, menyangkut pengecilan, penghinaan, pencemoohan, kesewenangan, dan perlakuan seseorang sebagai objek.
Menurut Berne (1961, 1964) dan Harris (1967), ada enam tipe transaksi yang muncul diantara orang – orang, yakni : (1) penarikan diri, (2) upacara – upacara, (3) aktivitas – aktivitas, (4) hiburan, (5) permainan – permainan, (6) keakraban. Teori analisis transaksional menekankan bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengadakan hubungan yang bisa dicapai dalam bentuknya yang terbaik melalui keakraban. Keakraban adalah hubungan yang bebas dari permainan, karena tujuan – tujuannya tidak tersembunyi. Jadi, salah satu cara teori analisis transaksional menjabarkan tingkah laku manusia adalah dalam kerangka penyusunan waktu yang melibatkan berbagai cara memperoleh belaian dari orang lain.
• Permainan – permaianan yang kita mainkan
Setiap orang harus memahami perwakilan ego-nya, karena dengan memahami perwakilan ego itu orang – orang akan mamp membebaskan diri dari putusan – putusan “Anak” dan dari pesan – pesan orang tua yang irasional. Dengan menggunakan prinsip – prinsip dari analisis transaksional, orang – orang akan sadar jenis belaian yang diperolehnya, dan mereka bisa mengubah respons – respons belaian dari negatif ke positif.
Jadi, salah satu sasaran analisis transaksional adalah membantu orang – orang agar memahami sifat transaksional mereka dengan orang lain, sehingga mereka bisa merespon orang lain secara langsung, menyeluruh, dan akrab. Dari situ kecenderungan kepada permainan bisa dikurangi.
Permainan dipandang sebagai penukaran belaian yang mengakibatkan berlarut – larutnya perasaan tidak enak. Permainan itu terdiri dari 3 pemain, yaitu : korban, penuntut, dan penyelamat. Transaksi permainan akan batal, jika salah seorang menjadi sadar bahwa dirinya berada dalam permainan dan kemudian memutuskan untuk tidak lagi memainkannya.

G. Tingkah Laku Yang Normal Pada Teori Transaksional
Individu mampu mandiri, dapat melakukan apa yang dia inginkan dan mempercayai dirinya sendiri bahwa dia mampu melakukan sesuatu hal tanpa merasa ada ketakutan bahwa pekerjaan yang ia lakukan tidak akan berhasil. Dan dia juga akan lebih mudah bersosialisasi, karena ia merasa bahwa ia tidak mampu untuk hidup sendiri.

H. Tingkah Laku Yang Menyimpang Pada Teori Transaksional
Individu akan menjadi tipe orang penyendiri tidak mampu bersosialisasi dengan baik, selalu tergantung pada orang lain dan tidak percaya akan kemampuannya sendiri. Cenderung menjadi individu yang tertutup.

0 komentar: