08.39

Test IQ

Intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Dalam arti yang lebih luas, para ahli mengartikan intelegensi sebagai suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.

Menurut Indri Savitri, S. Psi, Kepala Divisi Klinik dan Layanan Masyarakat LPT UI, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan wujud dari proses berpikir rasional itu. Tes IQ adalah alat ukur kecerdasan yang hasilnya berupa skor. Tetapi skor tersebut hanya memberi sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan secara keseluruhan.

Awalnya, tes IQ diterapkan di masyarakat Barat karena adanya kebutuhan untuk seleksi. Anak-anak dengan kemampuan rata-rata, di bawah, dan di atas rata-rata, memerlukan penanganan yang berbeda. Tapi sekarang di sana skor IQ sudah tidak lagi dipakai karena mulai dikembangkan pendekatan-pendekatan lain yang melihat faktor kecerdasan secara menyeluruh.

E. Seguin, (1812-1880) disebut sebagai pionir dalam bidang tes intelegensi yang mengembangkan sebuah papan yang berbentuk sederhana, untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. Kemudian usaha ini distandarisir oleh Henry H. Godard, (1906) yang sering disebut Bapak dari Tes Performasi dan dapat digolongkan kepada salah seorang yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak terbelakang.

Tes Francis Glastron, (1882), membuka pusat testing yang pertama di dunia. Salah satu dari pemikirannya menjadi dasar dikembangkannya pengukuran individual. Bahwa pada kenyatannya individu tidaklah sama satu dengan yang lainnya, tetapi memiliki perbedaan individual.

Alfred Binet dan Victor Henri, yang kemudian dikenal dengan skala Binet-Simon (Binet-Simon Scale). Skala bInet-Simon (1905), baru terdiri dari 30 soal, pada tahun 1908 diadakan revisi, dan kemudian diarahkan untuk anak-anak normal, dan tidak berfungsi primer apabila dipergunakan untuk membedakan yang terbelakang dengan anak normal. Tahun 1911, Binet-Simon Scala digunakan untuk anak-anak yang berumur 3 tahun hingga dewasa. Setelah itu skala binet-simon dikembangkan lagi oleh orang lain menjadi lebih luas hingga untuk usia 3 bulan.

Ebbinghaus menciptakan Completion Tes (suatu tes yang berupa kalimat yang masih terbuka bagian belakang, dan harus dilanjutkan). Hal ini merupakan suatu validasi dari pengukuran atau pemeriksaan psikologis yang secara langsung dapat memberikan diferensiasi yang bodoh, rata-rata, dan bright.

Joseph Jasrow, (1863-1944) merupakan salah saru dari beberapa orang yang pertama mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran psikologis.

G.C. Ferari, (1896) mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental.

August Oehr, mengadaka penelitian interaksi antara berbagai fungsi psikologis.

E.Kraepelin, seorang psikiater yang menyokong usaha ini, empat macam tes yang dikembangkan, diantaranya yaitu :

a. Koordinasi motorik

b. Asosiasi kata-kata

c. Fungsi persepsi

d. Ingatan

Dan R. Kraepelin sendiri mengembangkan tes intelegensi yang berkaitan dengan tes penalaran aritmatik dan kalkulasi sederhana tahun 1895.

Tahun 1916 melalui revisi Terma atau Stanford untuk pertama kalinya diperkenalkan penggunaan konsep IQs. Wilhem Stern menyarankan penggunaan rasio MA (mental age) dan CA (chronological age) sebagai indeks dari taraf intelegensi.

David Wechsler, (1939) mempublikasikan tes intelegensi individual yang pertama kali, yang kemudian dikenal dengan WISC (Wechsler Intellegence Scale for Children), yaitu skala untuk tes intelegensi anak-anak.

Disamping itu, berkembang pula tes yang dipakai untuk kelompok (grup). Hal ini diawali dengan tes verbal untuk seleksi tentara (wajib militer) yang disebut dengan nama Army Alpha. Untuk yang buta huruf dan tidak berbicara bahasa inggris dipergunakan Army Beta. Sekitar tahun 1917-1918 tes ini dipakai hampir 2 juta orang.

B. Pengertian Intelegensi

Diakui adanya suatu perbedaan kecepatan dan kesempurnaan seseorang dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, sehingga hal tersebut memperkuat pendapat bahwa intelegensi itu memang ada dan berbeda pada setiap orang. Perbedaan intelegensi tersebut bukan berarti terletak pada kualitas intelegensi itu sendiri, tetapi terletak pada tarafnya.

Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “intelligence”. Intelligence sendiri adalah terjemahan dari bahasa Latin “intellectus dan intelligentia”. Teori tentang intelegensipertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol tahun 1951 Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut “Nous” sedangkan penggunaan kekuatan disebut “Noesis”.

Definisi tentang intelegensi mengalami perkembangan dari waktu ke waktu diantaranya:

George D. Stoddard 1941, menyebut intelegensi sebagai bentuk kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan :Mengandung kesukaran, Kompleks, Abstrak, Diarahkan pada suatu tujuan, Ekonomis, Mempunyai nilai sosial.

David Wechsler 1958, pencipta skala-skala intelegensi Wechsler yang popular mendefinisikan intelegensi sebagai totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara nasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif.

Walters dan Gardnes 1986, mendefinisikan intelegensi sebagai serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu.

Flynn 1987, mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman.

Oleh Boring (1923) bahwa intelegensi adalah apa yang dites oleh tes intelegensi; dia menulis antara lain:”intelligenceis what is the best test. This is narrow definition, but it is the only pointof departurefor a rigorous discussion”.

Menurut Wechsler, intelegensi adalah kemampuan bertindak dengan menetapkan suatu tujuan, untuk berpikir secara rasional, dan berhubungan dengan lingkungan di sekitarnya secara memuaskan.

W.Stren mengatakan bahwa intelegensi adalah merupakan kemampuan untuk mengetahui problem serta kondisi baru, kemampuan berpikir abstrak, kemampuan bekerja, kemampuan menguasai tingkah laku instinktif, serta kemampuan menerima hubungan yang kompleks .

Binet, mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa intelegensi pada hakekatnya merupakan suatu kemampuan dasar yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen.

C. Teori-teori tentang Intelegensi

Dalam menggambarkan intelegensi sebagai kemampuan dasar secara umum telah berkembang berbagai teori tentang intelegensi, yaitu :

1. Teori Daya (faculty Theories)

Teori ini dipandang sebagai teori tertua. Teori ini mengungkapkan bahwa jiwa manusia terdiri dari berbagai daya misalnya ingatan manusia, fantasi, penalaran. Masing-masing daya pada jiwa manusia terpisah antara satu dengan yang lainnya. Berdasarka teori ini maka timbullah teori disiplin mental dalam bidang kependidikan.

2. Teori Dwi Faktor (two-factor theory)

Teori ini dikembangkan oleh Charles Spearmen yang mendasarkan teorinya pada analisis faktor intelegensi. Menurut spearmen bahwa kecakapan intelektual terdiri dari dua kemampuan mental yaitu intelegensi umum (general faktor = faktor “g”) dan kemampuan spesifik (special faktor = faktor “s”). Ia berpendapat bahwa kemampuan seseorang bertindak dalam setiap situasi sangat bergantung pada kemampuan umum dan khusus.

3. Teori Multi Factor (Multiple factor theory)

Teori ini dikembangkan oleh E.L. Thonrdike yang menyatakan pertalian aktual maupun potensial yang khusus antara stimulus dan respon. Menurutnya ada 4 atribut intelegensi, yaitu tingkatan, rentang, daerah, dan kecepatan.

4. Teori Struktur Intelek (Structure of intellect model)

Teori ini dikembangkan oleh Guilfoer yang mengklasifikasikan intelegensi menjadi 3 dimensi, yaitu :

a.Operasi (proses/tindakan) yang dilakukan, yaitu :

a. Kognitif

b. Memori

c. Bepikir divergen

d. Berpikir kovergen

e. Evaluasi

b. Dimensi isi (materi/isi intelektual), yaitu :

a. Figural

b. Simbolik

c. Semantik

d. Behavioral

c. Dimensi produk (hasil penerapan dari tindakan tertentu pada jenis materi terntentu), yaitu :

a. Stuan

b. Kelas

c. Hubungan

d. Sistem

e. Transformasi

f. Implikasi

5. Teori Primary Mental Ability

Teori ini dikembangkan oleh L.L. Thuestone, berdasarkan analisis faktor dengan jalan mengkorelasikan 60 tes, yang akhirnya disusun adanya kecakapan-kecakapan primer. Ada beberapa kecakapan primer dalam intelegensi, yaitu :

a. Verbal comperehesion (kemampuan verbal) : kemampuan menggunakan bahasa.

b. Word fluency (kefasihan kata-kata) : faktor kelancaran atau kefasihan menggunakan kata-kata dan faktor ini secara umum dianggap sesuatu indikator mudah tidaknya seseorang mengubah rasionya dan mengalihkan rasionya sesuai dengan kebutuhan.

c. Number facility (faktor bilangan) : kemampuan untuk bekerja dengan bilangan.

d. Spetail relation (relasi ruang) : suatu kemampuan untuk mengadakan orientasi dalam ruang.

e. Associative memory (faktor ingatan) : kemampuan untuk mengingat.

f. Perceptual speed (kecepatan persepsi) : kemampuan untuk mengamati dengan cermat dan tepat.

g. Induction (faktor induksi) : kemampuan untuk berpikir yang logis.

Menurutnya intelegensi merupakan suatu perpaduan dari beberapa faktor dalam suatu jumlah yang relatif pada diri seseorang.

6. Teori Hirarkis (Hirarchical theories)

Teori ini berusaha mengungkapkan skema organisasi faktor-faktor kecakapan intelek dan memberikan gambaran secra hirarkis hubungan antara faktor-faktor kecakapan intelek mulai dari yang bersifat umum sampai yang spesifik. Teori ini memadukan adanya faktor umum (faktor “g”) dan faktor spesifik (faktor “s”) juga faktor “c” yaitu terletak antara faktor “g” dan faktor “s”.

7. Teori Thomson

Thomson tidak dapat menyetujui pendapat Spearman tersebut.menurut dia apa yang disebut faktor g oleh Spearman itu tidak ada. Betul secara statistik Spearman telah menunjukkan adanya faktor g itu, tetapai menurut Thomson pembuktian Spearman itu dapat ditunjukkan bahwa tidak betul. Jadi apa yang disebut oleh Spearman faktor g itu tidak ada, yang ada hanyalah bermacam-magam faktor khusus, faktor-faktor s.

Faktor-faktor s ini tidak tergantung kepada keturunan atau dasar melainkan tergantung kepada pendidikan. Adanya anak-anak dari golongan atas lebih cerdas daripada anak-anak dari golongan rendah itu bukan karena dasar melainkan karena mereka lebih banyak mempunyai kesempatan untuk belajar.

8. Teori Cyrill Burt

Pendirian Burt sangat dekat dengan pendirian Spearman. Dia sependapat dengan Spearman bahwa pada manusia terdapat faktor g, yang mendasari semua prilakunya; dan seperti Spearman dia berpendapat, bahwa faktor g ini tergantung kepada dasar, dibawa sejak lahir. Selanjutnya dia juga berpendapat, bahwa tiap-tiap orang memiliki faktor s.

Tetapi di samping kedua macam faktor itu menurut Burt masih ada lagi faktor yang ketiga, yaitu faktor kelompok (group faktor,common faktor), yang biasanya dilambangkan dengan huruf c. faktor c ini adalah fackor yang berfungsi pada sejumlah prilaku, tetapi tidak pada semua prilaku.jadi faktor c itu lebih luas daripada faktor s, tetapi lebih sempit daripada faktor g.

Jadi tiap prilaku itu menurut Burt dimungkinkan oleh ke tiga macam faktor itu, yaitu faktor g, faktor c, dam faktor s.

9. Teori dari Robert J. Sternberg,

Teori ini lebih menekankan pada kesatuan dari berbagai aspek intelegensi sehingga teorinya lebih berorientasi pada proses. Teori yang dikemukakan Sternberg dikenal dengan Teori Intelegensi Triarchic. Teori ini berusaha menjelaskan secara terpadu hubungan antara :

Intelegensi dan Dunia Internal seseorang,

Intelegensi dan Dunia Eksternal seseorang;

Intelegensi dan Pengalaman.

10. Teori dari Maloney dan Ward 1976

Dalam memahami hakekat intelegensi, Maloney dan Ward 1976, mengemukakan empat pendekatan umum yaitu:

a. Pendekatan Teori Belajar

Inti pendekatan teori belajar mengenai masalah hakikat intelegensi terletak pada pemahaman mengenai hokum-hukum dan prinsip umum yang dipergunakan individu untuk memperoleh bentuk-bentuk prilaku baru. Oleh karena itu dalam pendekatan ini para ahli lebih memusatkan perhatian pada perilaku yang tampak dan bahkan pada pengertian mengenai konsep mental intelegensi itu sendiri

b. Pendekatan Neurobiologis

Pendekatan neurobiologis beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan biologis. Perilaku intelegensi menurut pendekatan ini dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-anatomis dan proses neuro fisiologisnya. Oleh karena itu dalam berbagai riset, selalu dipentingkan untuk melihat korelasi-korelasi intelegensi pada aspek-aspek anatomi, elektokimia atau fisiologi.

c. Pendekatan Psikomotorik

Ciri utama dalam pendekatan ini adalah adanya anggapan bahwa intelegensi merupakan suatu konstrak (construct) atau sifat (trart) psikologis yang berbeda-beda kadarnya bagi setiap dua arah study, yaitu pertama yang bersifat praktis dan lebih menekankan pada pemecahan masalah (problem solving) dan kedua adalah yang lebih menekankan pada konsep dan penyusunan teori.

d. Pendekatan Teori Perkembangan

Dalam pendekatan teori perkembangan, studi intelegensi dipusatkan pada masalah perkembangaintelegensi secara kualitatif dalam kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan biologis individu.

A. Jenis-Jenis Tes Intelegensi

Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu :

1. Tes Intelegensi Individual, yang terdiri dari :

a. Satnford-Binet Intellegence Scale

b. Wechsler Intellegence Bellevue Intellegence Scale (WBIS)

c. Wechsler Adult Intellegence Scale for Children (WISC)

d. Wechsler Preschool and Primary Scale of Intellegence (WPPSI)

2. Tes Intelegensi Kelompok, yang terdiri dari :

a. Pintern Cunningham Primary Test

b. The California Test of Mental Maturity

c. The Henmon-Nelson Tests Mental Ability

d. Otis-Lennnon Mental Ability Test

e. Progressive Matrices

3. Tes Intelegensi dengan Tindakan Perbuatan,

Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah yang akan dibahas

selanjutnya adalah Tes Intelegensi Kelompok, yang terdiri dari :

a. The California Test of Mental Maturity

b. The Henmon-Nelson Tests Mental Ability

c. Otis-Lennnon Mental Ability Test

d. Progressive Matrices

Di bawah ini akan dijelaskan secara lebih mendetail mengenai beberapa jenis tes intelegensi yang telah dipaparkan di atas, yaitu sebagai berikut :

a. The California Test of Mental Maturity (CTMM)

The California Test of Mental Maturity (CTMM) telah dikonstruksikan dengan teliti dan dibakukan dengan mengadakan pengukuran secara luas terhadap berfungsinya kapasitas yang didasarkan pada belajar, pemecahan masalah, dan tanggapan terhadap situasi yang baru. Tes ini menyajikan untuk tujuan-tujuan survey dan analisis bagi para pendidik, konselor, ahli psikologi, dan para pekerja dalam suatu situasi testing dengan variasi yang luas. Tahap tes ini bermanfaat dalam program kualifikasi sekolah dan program konseling di sekolah menengah, dan juga dalam program seleksi dan penempatan personel.

Masing-masing intrumen dalam tes ini dirancang untuk membantu memenuhi keperluan testing dalam pengukuran, evaluasi, dan diagnosis. CTMM sebagai suatu instrument yang peling komprehensif dan secara diagnostic berorientasi pada seri CTMM menyajikan perbedaan analisis yang paling lengkap terhadap kemampuan mental individu dan kelompok.

The California Test of Mental Maturity (CTMM) revisi tahun 1963, berisi 12 unit tes yang menyajikan penggunaan atau kemampuan mental yang berbeda. 12 unit tes CTMM ini dikelompokkan sesuai dengan 5 faktor yang digambarkan berikut dan semua soal berupa tipe pilihan ganda dan ditata sesuai dengan tingkat kesukaran yang meningkat dalam masing-masing unit.

1) Faktor I (Penalaran secara logis)

Tes 1 Kebalikan (Opposites) yang terdiri dari 15 butir soal, masing-masing butir soal dalam tes ini berisi 5 gambar dari bermacam-macam obyek, struktur, suasana/situasi, dsb.

a. Binet-Simon

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika membuat banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Ia menetapkan indeks numerikyang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara usia mental (mental age) dengan usia kronologis (chronological age). Hasil perbaikan ini disebut tes Stanford-Binet. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia
13 tahun. Tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet dinilai masih terlalu umum. Para ilmuwan kemudian mengetahui bahwa intelegensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum, namun juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik.

b. Wichsler

Berdasarkan teori Binet-Simon,dikembangkanlah teori yang disebut teori faktor. Alat yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak. Skala ini lebih dikenal dengan skala Wechsler, yang melihat intelegensi sebagai kapasitas seseorang untuk mengatasi masalah sehari-hari menggunakan pengetahuan yang dia miliki.

1. David Wechsler merancang tes intelegensi membuat item yang cocok untuk berbagai rentangan umur. Ini merupakan 3 tipe utama dari tes intelegensi Wechsler yaitu:

a. Wechsler pre-school and primary scale of intelligence (WPPSI) untuk 3-7 tahun

b. Wechsler intelligence scale for children 9WISC) untuk 7-16 tahun

c. Wechsler adult intelligence scale (WAIS) 16 tahun/lebih.Yang pertama Wechsler-Bellevue intelligence scale (Wechsler, 1939)Diganti pada tahun 1955 oleh Wechsler adult intelligence scale (WAIS) Tahun 1981 direvisi menjadi WAIS_RRevisi berikutnya berlangsung di US tahun 1977 dan waktu sekarang edisi berikutnya edisi 3 tahun berikutnya, dikenal dengan WAIS-II. Terjemahan revisi hampir 80% pada formulir yang asli. Nomor perbaikan WAIS (R) menjadi standar pada sebuah contoh dari 1,800 U.S subjek, jarak dari 16 ke 74 tahun. Ibu adalah contoh yang sangat sederhana. Gagal dalam 9 perbedaan kelompok umur. Nomor yang sama digunakan pada laki-laki dan perempuan, seperti subjek yang putih dan tidak putih, dalam garis dengan angka sersus. Lebih lanjut ke dalam 4 wilayahgeografi U>S dan 6 kategori pekerjaan. Ini juga sebuah percobaan untuk menyeimbangkan subjek kota pedesaan. Artinya IQ untuk masing-masing kelompok umur pada tes ini adalah 100, dengan standar deviasi 15. skala WAIS mempunyai kesan reliabel dan validitas. Ini dalam perbedaan adaptasi pada skala oleh negeri. Contohnya, di Australia mereka memiliki penyesuaian terhadap WAIS-R (1989) Australia. Seperti II subtes, yang mana…. Ke dalam skala verbal (6 subtes) dan skala performance (5 subtes) Seorang mengambil menerima tes dengan skor IQ skala lengkap, skor IQ verbal, skor IQ performance, seperti skala skor pada masing-masing subtes.

SKALA WAIS

1. Informasi : 29 pertanyaan ( ukuran dalam pendidikan umum.

2. Rentan digit : subjek dibubuhi beberapa digit untuk mengulang permulaan dari depan lalu dari belakang. Tes ini untuk perdengaran dan bebas dari gangguan/kebingungan.

3. Kata-kata :mendefinisikan 35 kata, mengukur dari ekspresi kata-kata. Hubungannya sangat tinggi dengan skala penuh IQ.

4. Ilmu hitung :14 bagian masalah dari ilmu hitung. Test kemampuan sebaik menurut urutan angka.

5. Perbandingan :16 pertanyaan dari memfokuskan dalam masalah kepedulian sosial.

6. Persamaan :sebuah ukuran dari formasi. Subjek diminta untuk mengatakan bagaimana 2 persamaan dan perbedaan dan menjadi satu kesamaan.

7. Penyelesaian gambar : 20 gambar kecil yang semuanya mempunyai satu hal terlewatkan/hilang. Sebuah test menyimak untuk menemukan hal yang detail.

8. Merangkai gambar : 10 buah gambar. Dimana subjek diminta utnuk merangkainya ke dalam bentuk yamg logis.

9. Design blok :menunjukkan/menaruh block secara bersamaan kedalam kartu pola.

10. Symbol digit :meliputi penggandaan kode

11. Kumpulan benda : 4 tipe teka-teki.

e. Test Standard Progressive Matrices (SPM)

Test Standard Progressive Matrices (SPM) dikembangkan oleh , John C. Raven, yang disusun atas dasar teori faktor “g” dari Spearman untuk mengungkap tentang kemampuan intelektual (intelegensi umum) individu.

Test Standard Progressive Matrices ini terdiri atas 60 butir soal (matrices) atau pola-pola, yang terbagi lagi dalam lima perangkat (set) yaitu: Set A, B, C, D, dan Set E, dan masing set terdiri atas 12 butir tes. Butir-butir soal tersebut disusun dari yang termudah sampai yang tersukar.

Sampai saat ini test inteligensi umum jenis ini secara luas digunakan (tidak terbatas pada lingkungan budaya tertentu) karena butir-butir soal tes yang dicakup berupa gambar-gambar yang Sederhana tanpa menggunakan bahasa tertulis maupun lisan dalam mengerjakan butir-butir soal tes. Disebabkan karena tes ini berbentuk gambar-gambar maka kepada testi dituntut untuk mampu memahami suatu bentuk yang diamati dengan melihat hubungan di antaranya dan sekaligus memahami hakikat bentuk untuk melengkapi setiap sistem yang ada. Di samping itu kepada testi juga dituntut untuk mampu mengembangkan suatu metoda penalaran yang sistematis.

Lima perangkat tes inteligensi dari John C. Raven ini memberikan kesempatan kepada testi untuk menggunakan cara atau metoda tertentu dan mengadakan lima penilaian secara berkelanjutan terhadap kemampuan intelektual. Setiap butir soal yang berupa gambar-gambar atau bentuk-bentuk tertentu yang pada salah satu sudutnya yaitu sudut kanan bawah seakan-akan ada bagian yang terpotong. Testi diminta untuk memilih potongan yang hilang sesuai dengan altematif jawaban (bentuk kemungkinan jawaban) yang tersedia. Salah atu contoh adalah Set A (A5) dan Set E (El) yang terdiri dari enam alternatif jawaban, di mana testi harus mencari pasangan yang tepat atau cocok untuk mengisi potongan yang dihilangkan dari soal di atas. Jadi jawaban yang benar untuk soal A5 adalah nornor 6 dan soal El adalah nomor 7.

Aspek-aspek yang diungkap dalam tes SPM adalah kemampuan penalaran ruang, menganalisis, mengintegrasi, mencari dan memahami sistem hubungan di antara bagian-bagian, dan kemampuan ketepatan. (Ukuran kemampuan intelektual seseorang siswa akan dapat dilihat dari skor total yang dicapai masing-masing individu siswa.

Test Standard Progressive Matrices mi digunakan untuk mengungkap kemampuan intelektual individu yang berusia 14 sampai 40 tahun (SMTP kelas II, SMTA, dan PT).


Sukardi, Dewa Ketut. 1990. Analisis Tes Psikologis. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Suryabrata. Sumadi. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Adi Yogyakarta.


0 komentar: